Tuesday, July 16, 2013

Memetik Makna Puasa Dari Pohon Jati

Menahan haus dan lapar sebulan penuh merupakan ujian yang harus dijalani saat bulan Ramadhan. Tentunya ini bukan hanya sekedar membuat kita menjadi tahu rasanya lapar dan haus, melainkan membuat organ-organ yang ada di tubuh kita menjadi jauh lebih sehat. Bayangkan, sama halnya dengan mesin yang terus bergerak tanpa henti, lama-kelamaan mesin itu akan panas dan kinerjanya akan menurun, tapi lain halnya jika diistirahatkan meski hanya sejenak.

Begitupun juga dengan sistem pencernaan di tubuh kita. Mereka juga membutuhkan waktu untuk beristirahat. Nah, puasa inilah yang memberikan waktu mereka untuk beristirahat.


Jika kalian ingin mengetahui apa makna sebenarnya dari berpuasa, cobalah kalian belajar dari pohon jati. Setiap tahun, pohon jati selalu berpuasa dengan caranya sendiri yang mungkin sangat jauh dari yang kita bayangkan. Silahkan disimak kisahnya berikut ini:


Alkisah, ketika kuda masih jadi satu-satunya alat transportasi dan banyak orang yang masih memilih berpergian ke tempat yang jauh dengan berjalan kaki, demikian pula yang dilakukan oleh kedua pengelana ini. Yang satu janggutnya panjang memutih dan pria satunya masih muda berbadan tegap. Mereka adalah guru dan murid yang melintasi hutan-hutan di pulau Jawa.

Berbulan-bulan mereka berjalan melewati hutan dan perkebunan. Sampai suatu saat perjalanan membawa mereka kembali berada di sebuah hutan jati. Cuaca sangat panas, rasa haus dan lapar lebih cepat terasa.

Sang murid melihat pohon-pohon jati yang meranggas kering. Pohon-pohon jati itu melepaskan dedaunannya. Daun-daun kecoklatan terbang dan terhempas ringan di atas tanah. Lantai hutan jati terlihat penuh dengan daun lebar kering berwarna coklat muda yang berserakan.

Penuh rasa penasaran, sang murid pun bertanya pada gurunya, ”Guru, dua bulan lalu, kita pernah melintasi hutan jati di tempat lain. Waktu itu kita merasakan kesejukan dibawah naungan pepohonan jati dengan daun hijaunya yang segar dan bunga-bunganya yang sedang mekar. Kali ini, hampir tak ada daun yang melekat di ranting pepohonan ini. Apa jati ini harus menggugurkan daunnya setiap tahun guru?”

”Kemarau dengan panas yang terik dan air dari langit yang tertahan, mengharuskan jati melewati hari harinya dengan melepas dedaunannya. Begitulah jati menempa dirinya muridku,” jawab sang guru singkat.

”Bagaimana caranya jati bisa tumbuh dan berkembang tanpa daun. Bukankah daun sangat penting untuk menyerap matahari dan menguapkan air bagi tumbuhan. Mereka bisa mati kalau begitu terus, Guru?” sang murid mendesak gurunya untuk menjelaskan.

Sang guru kemudian menjawab rasa penasaran muridnya, ”Itulah hikmah yang Tuhan berikan melalui pohon jati. Meski tanpa daun, pohon jati justru sedang menempa dirinya menjadi salah satu pohon terbaik di bumi ini. Dia takkan mati. Ia bahkan sedang ”berpuasa” untuk tidak berkembang secara kasat mata. Ia sedang menempa dirinya untuk sanggup bertahan dengan ujian kekurangan air dan panasnya cuaca. Ia melewati ujian itu sambil mengugurkan masalah yang ada di daun dan memperbaiki kulitas kayu di batangnya.”

”Menggugurkan masalah? Artinya daun-daun itu kalau terus ada dan bekerja di musim kemarau bisa mengganggu pertumbuhan pohon karena boros air. Nantinya bagian pohon lain seperti batang dan akar bisa terganggu ya, Guru?”

”Benar sekali muridku. Sama halnya dengan tubuh kita. Pada saatnya kita harus mengistirahatkan anggota badan kita seperti perut untuk mengurangi kerjanya. Itu sangat diperlukan agar bagian lain dari diri kita berfungsi lebih optimal. Misalnya, saat perut beristirahat mengolah makanan, bagian tubuh lain khususnya pikiran dan jiwa kita bisa lebih optimal bekerja. Bukankah perut kita adalah salah satu sumber munculnya penyakit," papar sang guru menjelaskan kearifan alam yang diamatinya.


Sambil melewati daun-daun kering yang jatuh, suara dedaunan itu berderak memecah kesunyian saat terinjak kaki kedua pengelana itu.

Sesaat, sang guru berhenti dan menepuk punggung muridnya, "Muridku, daun-daun ini bisa kita ibaratkan sebagai dosa-dosa kita. Saat kita mau berkorban untuk menahan diri dan bertahan dari ujian, Tuhan akan memberi kita karunia-Nya berupa bergugurannya dosa-dosa kita. Pada saat dosa-dosa itu berlepasan dalam diri kita, maka hidup ini jadi lebih tenang dan bahagia. Bahagia itulah kualitas tertinggi yang diraih manusia dan sekaligus karunia dari-Nya. Kamu ingin hidup bahagia kan muridku?"

”Eh iya guru, pasti. Makanya kita harus segera sampai di kampung agar tenang, tidak kepanasan begini Guru”

”Kamu masih puasa, kan? Jangan kalah sama pohon Jati yang puasanya lebih panjang dari kita,” canda Sang Guru

”Hahaha...” sang guru dan murid tertawa. Mereka senang, mereka mendapatkan kearifan hidup dari gugurnya dedaunan pohon Jati. Makna puasa yang sesungguhnya, telah diajarkan oleh pohon Jati kepada mereka.

Kepada kita semua.


Nah, sobat Penghuni 60, apakah kalian akan menyerah kalah sama pohon Jati yang puasanya ternyata lebih panjang dari puasa kita? Jika tidak, insyaAllah, kebahagiaan menanti kita di hari kemenangan.

Amiin..




Signp60


No comments:

Post a Comment