Terlihat Ratih selalu melirik ke arah jam di tangannya, yang kini sudah menunjukkan pukul lima sore tepat. Kira-kira sudah berjam-jam lamanya dia duduk sendiri di tepi danau hijau itu. Mungkin ada seseorang yang teramat penting yang sedang ia tunggu.
“Ris, kamu kok belum datang juga sih.” batin Ratih gelisah, menunggu kedatangan Haris yang belum juga nampak batang hidungnya.
Sementara itu hari mulai beranjak senja. Sinar mentari mulai menyoroti tempat duduk Ratih dan mulai menyilaukan matanya. Rasa gelisah yang ia rasakan kini berubah menjadi jenuh. Siapa sih orangnya yang paling betah kalo disuruh menunggu?
“Ris, kamu jahat! Aku udah susah payah untuk bisa sampai ke tepi danau ini. Tapi kamu biarin aku menunggu sekian lama. Kamu jahat Ris!”
Terlintas sejenak dalam pikirannya, tentang obrolan mereka semalam melalui ponsel.
“Apa, kamu hamil!” teriak Haris diseberang telpon.
“Iya, Ris. Aku hamil anak kamu, kamu harus tanggung jawab Ris!” tangan Ratih gemetaran memegang ponselnya, ia tak bisa lagi menahan tangisnya.
“Tenang sayang, aku pasti tanggung jawab. Besok jam 10 pagi kita ketemuan ya di tepi danau.”
“Kamu janji ya bakalan datang.”
“Aku janji.”
Kini janji tinggallah janji. Meski semuanya terampas oleh jenuh. Yang ditunggu tak pernah kunjung datang.
No comments:
Post a Comment