Memang, selalu saja ada kisah dibalik latar belakang semua kejadian. Seperti halnya kisah menyeramkan puisi Tomino ini yang lalu berkembang di kalangan masyarakat Jepang dan menjadi salah satu legenda urban. Sebuah cerita yang melatar belakanginya sanggup membuat kita sedih, atau malah semakin merinding sehubungan dengan asal-muasal puisi ini. Namun, kisah ini sebetulnya merupakan sebuah pembelajaran, terutama bagi para orang tua.
Akhir-akhir ini semakin banyak sekali para orang tua yang dengan sengaja menghukum, bahkan tidak segan-segan membunuh anak kandungnya sendiri. Apakah moral manusia sudah sebejat itu?
Konon, Tomino adalah seorang gadis kecil yang terlahir cacat. Ia menuliskan puisi yang kemudian ditunjukkan kepada orang tuanya. Melihat isi puisi Tomino yang menyeramkan, orang tuanya malah menghukum Tomino dengan mengurungnya dalam gudang yang sempit dan tidak memberinya makan. Beberapa hari kemudian, Tomino meninggal dengan tidak wajar. Hanya karena puisi, orang tua dengan tega menghukum anaknya sampai meninggal?
Semenjak peristiwa itu puisi buatan Tomino jadi menyeramkan. Cerita dari mulut ke mulut berkembang dan banyak yang memperingatkan, jangan pernah membaca puisi itu dengan suara lantang karena bakal mengundang bencana.
Kemungkinan cerita yang berkembang di atas hanya sebatas kisah urban. Namun, dalam kenyataannya toh seringkali kita menemui peristiwa sadis semacam itu. Hanya karena memiliki anak yang cacat, kemudian para orang tua dengan semena-mena memperlakukannya secara tidak manusiawi.
Puisi berjudul "Neraka Tomino" sendiri sebenarnya dimuat dalam buku kompilasi puisi Yomota Inuhiko yang berjudul "The Heart is Like a Rolling Stone" (心は転がる石のように). Di dalamnya memuat berbagai macam koleksi puisi, termasuk puisi "Tomino no Jigoku" karya Saizo Yaso dari tahun 1919. Nah, entah bagaimana sehingga puisi tersebut berkembang menjadi legenda urban nan menyeramkan.
Mungkin, intinya sih ini himbauan untuk para orang tua, bahwasanya “Sejelek-jelek apapun anak kita, dia adalah darah daging kita.” Mereka juga mempunyai hak untuk hidup layak. Mereka adalah anugerah Tuhan penyejuk hati.
Bagi Sobat Penghuni 60 yang ingin sekedar tahu apa isi puisinya, silahkan baca di bawah ini. Resapi dan renungilah, aku yakin puisi itu adalah jeritan dari para anak-anak yang telah diperlakukan dengan tidak adil oleh orang tuanya. Terlepas dari mitos urban legend tersebut, lupakan saja mitosnya, kematian hanyalah Tuhan Yang Maha Tahu.
Tomino no jigoku
Ane wa chi wo haku, imoto wa hihaku,kawaii tomino wa tama wo haku
hitori jihoku ni ochiyuku tomino, jigoku kurayami hana mo naki.
Muchi de tataku wa tomino no aneka, muchi no shubusa ga ki ni kakaru.
Tatake yatataki yare tataka zutotemo, mugen jigoku wa hitotsu michi.
Kurai jigoku e anai wo tanomu, kane no hitsu ni, uguisu ni.
Kawa no fukuro ni yaikura hodoireyo, mugen jigoku no tabishitaku.
Haru ga kitesoru hayashi ni tani ni, kurai jigorku tanina namagari.
Kagoni yauguisu,kuruma ni yahitsuji, kawaii tomino no me niya namida.
Nakeyo, uguisu, hayashi no ame ni imouto koishi to koe ga giri.
Nakeba kodama ga jigoku ni hibiki, kitsunebotan no hana ga saku.
Jigoku nanayama nanatani meguru, kawaii tomino no hitoritabi.
Jigoku gozarabamo de kitetamore, hari no oyama no tomebari wo.
Akai tomehari date niwa sasanu, kawaii tomino no mejirushini.
Dan berikut adalah terjemahannya :
Neraka Tomino
Kakak yang memuntahkan darah, adik yang memuntahkan api
Tomino yang lucu meludahkan permata yang berharga
Tomino meninggal sendirian dan terjatuh ke dalam neraka
Neraka kegelapan, tanpa dihiasi bunga
Apakah itu kakak tomino memegang cambuk?
Jumlah bekas luka berwarna merah sangatlah mengkhawatirkan
Dicambuk dan dipukul sangatlah mendebarkan,
Jalan menuju neraka yang kekal hanyalah salah satu cara
Mohon bimbingan ke dalam neraka kegelapan,
Dari domba emas, dan dari burung bulbul
Berapa banyak yang tersisa dari dalam bungkusan kulit,
Disiapkan untuk perjalanan tak berujung ke neraka
Musim semi akan segera dating ke dalam hutan serta lembah,
Tujuh tingkat didalam gelapnya lembah neraka
Dalam kandang burung bulbul, dalam gerobak domba,
Di mata Tomino yang lucu meneteskan air mata
Tangisan burung bulbul, dibalik hujan dan badai
Menyuarakan cintamu untuk adik tersayangmu
Gema tangisanmu melolong melalui neraka,
Serta darah memekarkan bunga merah
Melalui tujuh gunung dan lembah neraka,
Tomino yang lucu berjalan sendirian
Untuk menjemputmu ke neraka,
Duri-duri berkilauan dari atas gunung
Menancapkan duri ke dalam daging yang segar,
Sebagai tanda untuk Tomino yang lucu
Aku bukannya malah takut setelah membaca puisi itu, tapi aku malah sedih, bahkan mataku berkaca-kaca, Tomino yang lucu, Tomino yang terabaikan oleh orang terdekatnya.
No comments:
Post a Comment